Dasar-dasar Pernikahan - Nikah merupakan suatu ibadah terlama. Dimulai sejak dari akad hingga ajal menjelang sehingga diperlukan ilmu agar pernikahan bernilai ibadah dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam. Berikut beberapa poin yang perlu diketahui mengenai dasar umum pernikahan. 

Dasar-dasar Pernikahan

Definisi Nikah

Nikah secara bahasa berasal dari kata Nakaha-yankihu yang berarti : mengawini dan menggauli. Bermakna juga dhomma wa jama’a : menggabungkan dan menghimpun. Dalam perkataan arab juga bermakna : al-wath-u yang berarti bersetubuh. 

Secara istilah, menurut  Syeikh Muhammad Utsaimin pernikahan adalah melaksanakan akad dengan seorang wanita dengan maksud untuk mendapatkan kenikmatan dengannya dan mendapatkan anak (keturunan) serta manfaat-manfaat yang lain yang ada berhubungan dengan berbagai kemaslahatan dilaksanakan nikah. 

Sedangkan secara hukum negara, dalam UU No. 1 tahun 1974, Nikah disebut juga perkawinan diartikan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia yang kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.

Dasar Hukum Nikah

Dasar hukum nikah dalam islam bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah (Hadits).

وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32)


يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah , maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari Muslim).

Para sepakat bahwa menikah hukumnya adalah sunnah, namun pada kondisi-kondisi tertentu hukumnya bisa menjadi wajib, makruh, bahkan haram.

Nikah Sebagai Sunnah

Hukum nikah adalah sebagai sunnah, didasarkan pada hadits Nabi berikut:

والله أتي لأخشاكم لله وأتقاكم له لكني أصوم وأفطر وأصلي وأرقد وأتزوج النساء فمن رغب عن سنتي فليس مني  

Beliau bersabda: Demi Allah .. sungguh aku ini yang paling takut kepada Allah di antara kamu sekalian, aku juga yang paling bertakwa pada-Nya, tetapi aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa dan juga berbuka, dan aku juga menikahi wanita. Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka bukanlah bagian dariku “ (HR Bukhori)

Sunnah menikah tersebut berlaku ketika seseorang telah mampu secara standar layak finansial, berada di lingkungan yang baik dan tidak mengarah pada zina, serta memiliki kualitas keshalihan yang terjaga.

Kewajiban Menikah

Menikah hukumnya dapat menjadi wajib ketika seseorang telah memiliki kemampuan finansial untuk memberi nafkah. Orang tersebut tinggal di lingkungan dan kondisi yang memudahkan pada perzinaan sedangkan latar belakang keimanan dan keshalihannya belum memadai untuk menahan godaan lingkungannya tersebut.

Hal tersebut juga berlaku bagi orang yang beriman yang dengan berpuasa sudah tidak mampu lagi menahan gejolak dan kegelisahannya, sehingga jika tidak segera menikah dikhawatirkan akan terjerumus kepada perzinaan.

Makruhnya Nikah

Menikah hukumnya makruh ketika seseorang dalam kondisi dikhawatirkan (bukan dipastikan) akan merugikan pasangannya. Kondisi ini dasarnya bisa bermacam-macam hal, misalnya:
  1. seseorang yang berpenghasilan tapi tidak layak sedangkan calon istrinya tidak mampu untuk menerima keadaan tersebut sehingga bisa menyebabkan permasalahan jika dipaksakan menikah
  2. seseorang yang emosional, labil dan ringan tangan sehingga dikhawatirkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
  3. seseorang yang tidak mempunyai keinginan pada istri atau suami, biasanya terjadi pada perjodohan yang dilakukan oleh orang tua yang mana ketiadaan hasrat pada istri atau suami tersebut dapat menjadi masalah jika pernikahan dipaksakan untuk berlanjut.

Haramnya Menikah

Menikah dapat dihukumi haram jika seseorang bisa dipastikan akan menzalimi istrinya, baik kezaliman biologis, psikologis atau juga finansial ketika dia menikah.

Allah SWT berfirman “ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. “ (QS An- Nuur ayat 33)

Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda : Wahai segenap pemuda, barang siapa diantara kamu telah mempunyai kemampuan (jimak) maka hendaklah segera menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu (memberi nafkah) maka hendaklah ia berpuasa, karena itu menjadi perisai baginya “ (HR Jamaah)

Hikmah & Tujuan Pernikahan

Menikah sebagai ibadah tentu memiliki hikmah dan kebaikan dalam pelaksanaannya. Allah dan Rasulnya tentu tidak akan memerintahkan atau menganjurkan suatu amalan, kecuali ada kemaslahatan yang didapat dengan mengerjakan amalan tersebut.

Melaksanakan Syariat Islam

Menikah merupakan wujud pelaksanaan perintah Allah dan sunnah Rasulullah. Bahkan Rasulullah menegur sahabatnya yang berlebihan dalam beribadah, beliau bersabda : Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka bukanlah bagian dariku “ (HR Bukhori).

Memelihara Keturunan

Dengan pernikahan diharapkan lahir keturunan-keturunan yang sholih dan sholihah sehingga bisa mempertahankan eksistensi umat manusia. Oleh karena itu, Rasulullah menganjurkan kepada kita untuk memilih calon istri yang subur. Beliau  -shallalaahu ‘alahi wa sallaam- bersabda:

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ.
“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya umatku (pada hari kiamat). (HR abu Daud)

Menciptakan Ketentraman Hati

Setelah menikah dan mempunyai pasangan, tentu hati kita akan lebih tentram karena memiliki teman berbagi untuk mencurahkan pikiran dan perasaan sebagaimana tujuan diciptakannya istri yang difirmankan oelh Allah swt.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan Dia jadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum 21)

Menjaga Nasab dari Percampuran

Menjaga nasab merupakan salah satu hikmah yang dapat kita ambil dari pernikahan. Karena hanya dengan melalui pernikahanlah nasab seseorang diakui dan diturunkan. Seorang anak yang lahir dari perzinahan tidak diakui nasabnya dalam islam, Rasulullah saw bersabda, “Seorang anak adalah milik tempat tidur (ibunya), dan bagi lelaki pezina hanya mendapatkan batu (hukuman rajam) ” [HR Bukhori Muslim)

Memelihara Diri Dari Syahwat

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah , maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan (HR Bukhori Muslim)

Mewariskan Nilai Islam dalam Keluarga

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pempimpin bagi orang-orang yang bertakwa ( QS Furqon 74)